NU dan Solidaritas Untuk Palestina
ilustrasi gambar oleh NU Online (edited by zaeabjal17.com)
Pada tahun 1938, Ketua Umum PBNU, KH. Mahfudz Siddiq pernah diminta menghadap kejaksaan Hindia Belanda. Ketika itu beliau dianggap meresahkan, sebab beberapa hari sebelumnya, kiai muda ini menggelorakan semangat empati kepada Palestina..
Langkah ini bahkan juga diikuti oleh KH. Muhammad Ilyas, mantan Menteri Agama RI, saat menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi (1959-1965). Dan setelah itu hubungan antara Indonesia-Palestina pun menjadi semakin hangat..
Selanjutnya kyai kelahiran Kraksaan, Probolinggo ini, selalu menyerukan pembahasan khusus tentang Palestina dan al-Quds (Yerussalem). Tak terkecuali pada saat acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Islam di Rabat, Maroko, 1969..
Di era Gus Dur, aksi solidaritas untuk Palestina seperti ini digelar dengan berbagai cara. Baik melalui aksi Malam Solidaritas Palestina, 1982, yang digelar bersama para penyair seperti Subagyo Sastrowardoyo, Sutardji Calzoum Bachri, D. Zawawi Imron, Taufik Ismail, Abd Hamid Jabbar, Gus Mus, dan lain sebagainya..
Lalu di Tahun 1994, Gus Dur juga pernah menghadiri undangan menyaksikan penandatanganan perdamaian antara Yordania dengan Israel. Hal ini kemudian mempengaruhi cara pandangnya, yaitu bahwa perdamaian bisa diwujudkan apabila ada iktikad baik kedua belah pihak..
Selanjutnya di era Gus Dur sebagai presiden, kunjungan ke Yordania merupakan prioritas pertama dalam lawatan ke Timur Tengah. Sebab selain bertemu dengan Raja Abdbullah II, Gus Dur juga menemui Yassir Arafat di Amman. Kala itu presiden Gus Dur menyatakan dukungannya terhadap kemerdekaan Palestina dan perdamaian di Timur Tengah..
Terus ketika bertemu dengan Presiden Palestina Yasser Arafat, dalam sebuah kunjungan kenegaraan resmi ke Indonesia (16/8/2000), presiden Gus Dur selaku Kepala Negara juga menegaskan bahwa Indonesia terikat kepada keputusan yang dulu, yaitu bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan hak untuk mencapai perdamaian di Palestina ada di tangan rakyat Palestina sendiri..
Bagi Gus Dur, mewujudkan perdamaian di wilayah Palestina bisa dimulai dari kiprah Indonesia sebagai juru damai kedua belah pihak. Dan sebagai juru damai, Indonesia seharusnya bisa dipercayai oleh Palestina maupun Israel untuk menjadi penengah..
Tak cuma itu. Bahkan demi mewujudkan perdamaian dan kemerdekaan Palestina dan di tengah kondisi kesehatan yang tidak stabil, Gus Dur rela mengunjungi Jalur Gaza pada 20 Desember 2003. Ketika itu, Gus Dur diminta berpidato di kota kecil ini..
Awalnya cucu Hadratussyekh Hasyim Asy'ari ini berpidato dalam bahasa Inggris. Itu karena beberapa senator AS dan pemimpin agama dari berbagai negara serta wartawan asing, banyak yang meliput. Namun pidato bahasa Inggris ini kemudian diulang oleh Gus Dur dalam bahasa Arab dengan fasih diikuti kesan-kesan Gus Dur terhadap kota Gaza dan harapannya atas rakyat Palestina..
Meski mengkritik elit Palestina (dan Israel), namun Gus Dur menggarisbawahi perjuangan dan kegigihan rakyat Gaza saat melawan senjata modern Israel: "Bagi penulis Gaza adalah sumber perlawanan terhadap penjajahan, dan alangkah indahnya jika perlawanan itu tidak hanya mengambil bentuk fisik saja, melainkan juga perlawanan kultural terhadap keadaan." tulis Gus Dur dalam kolomnya tersebut..
Lantas bagaimana memulai inisiatif mempertemukan kubu Palestina dan Israel? Ahmad Suaedy, pimpinan Wahid Institute, menyatakan bahwa dirinya pernah mendampingi seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) bidang advokasi Anti-Semitisme untuk kawasan Timur Tengah, yang juga seorang Yahudi, untuk bertemu Gus Dur di kantor PBNU..
********** ********** ********** ********** **********
Dari cerita dan tulisan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa langkah NU untuk mendukung kemerdekaan Palestina serta mewujudkan perdamaian di Timur Tengah sejatinya tidak pernah berubah. Karena menurut NU, dalam konferensi persnya terkait manuver Donald Trump yang mengakui Yerussalem sebagai ibukota Israel (7/12/17), untuk mewujudkan kemerdekaan negara tersebut bisa dimulai dengan beberapa langkah..
Wallahu A'lam Bisshawab
Keterangan: Sumber artikel asli berasal dari NU Online, namun dengan beberapa sedikit perubahan.
NU dan Solidaritas Untuk Palestina
Pada tahun 1938, Ketua Umum PBNU, KH. Mahfudz Siddiq pernah diminta menghadap kejaksaan Hindia Belanda. Ketika itu beliau dianggap meresahkan, sebab beberapa hari sebelumnya, kiai muda ini menggelorakan semangat empati kepada Palestina..
Selian itu atas nama PBNU, beliau juga mengajak kepada seluruh umat Islam untuk turut serta dalam aksi solidaritas terhadap Palestina melalui perayaan Isra' Mi'raj secara besar-besaran pada 27 Rajab dan sekaligus menyerukan penggalangan dana untuk disumbangkan kepada rakyat Palestina serta menggemakan pembacaan qunut nazilah..
Instruksi ini juga atas restu KH. M. Hasyim Asy'ari, Rais Akbar PBNU pada saat itu. Dan seluruh konsul (Pengurus Cabang) NU turut melaksanakan amanah ini..
Aksi solidaritas tersebut dipicu karena pada saat itu ada insiden para pemuda ekstremis Yahudi menyerang penduduk Palestina, dua puluh tahun setelah Deklarasi Balfour ditandatangani. Dan atas aksi solidaritas ini, Kiai Mahfudz ditekan agar instruksi publik ini dibatalkan. Namun beliau tetap kukuh dengan pendiriannya.
Di kemudian hari, menjelang berakhirnya pendudukan Jepang, KH. M. Hasyim Asy'ari lebih intens berkorespondensi dengan Mufti Palestina, Syekh Muhammad Amin al-Husaini, mengenai nasib masing-masing bangsanya. Bahkan, ketika Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya, Palestina adalah salah satu negara yang paling cepat mengakui kedaulatan kita..
Langkah ini bahkan juga diikuti oleh KH. Muhammad Ilyas, mantan Menteri Agama RI, saat menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi (1959-1965). Dan setelah itu hubungan antara Indonesia-Palestina pun menjadi semakin hangat..
Selanjutnya kyai kelahiran Kraksaan, Probolinggo ini, selalu menyerukan pembahasan khusus tentang Palestina dan al-Quds (Yerussalem). Tak terkecuali pada saat acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Islam di Rabat, Maroko, 1969..
Bahkan dalam forum negara muslim yang kemudian bernama Organisasi Konferensi Islam (OKI) ini, Kyai Ilyas dianggap sebagai penggerak utama kepedulian terhadap Palestina. Bahkan sebagai delegasi Indonesia, beliau tampil moncer dalam forum internasional tersebut..
Di era Gus Dur, aksi solidaritas untuk Palestina seperti ini digelar dengan berbagai cara. Baik melalui aksi Malam Solidaritas Palestina, 1982, yang digelar bersama para penyair seperti Subagyo Sastrowardoyo, Sutardji Calzoum Bachri, D. Zawawi Imron, Taufik Ismail, Abd Hamid Jabbar, Gus Mus, dan lain sebagainya..
Atau pernah juga menggiatkan kembali pembacaan qunut nazilah bagi warga Nahdliyyin. Yang mana pada saat itu, Gus Dur menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta dan sekaligus juga menjadi salah satu pimpinan teras di PBNU..
Lalu di Tahun 1994, Gus Dur juga pernah menghadiri undangan menyaksikan penandatanganan perdamaian antara Yordania dengan Israel. Hal ini kemudian mempengaruhi cara pandangnya, yaitu bahwa perdamaian bisa diwujudkan apabila ada iktikad baik kedua belah pihak..
Dan memang sejak ada Perjanjian Camp David antara Mesir-Israel, 1978, maupun perjanjian Oslo, 1993, yang mengakui adanya Otoritas Palestina, maupun perjanjian antara Yordania-Israel di tahun 1994, tampaknya seorang Gus Dur lebih memilih pola win-win solution, dalam melihat masalah Palestina dan Israel ini..
Selanjutnya di era Gus Dur sebagai presiden, kunjungan ke Yordania merupakan prioritas pertama dalam lawatan ke Timur Tengah. Sebab selain bertemu dengan Raja Abdbullah II, Gus Dur juga menemui Yassir Arafat di Amman. Kala itu presiden Gus Dur menyatakan dukungannya terhadap kemerdekaan Palestina dan perdamaian di Timur Tengah..
Terus ketika bertemu dengan Presiden Palestina Yasser Arafat, dalam sebuah kunjungan kenegaraan resmi ke Indonesia (16/8/2000), presiden Gus Dur selaku Kepala Negara juga menegaskan bahwa Indonesia terikat kepada keputusan yang dulu, yaitu bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan hak untuk mencapai perdamaian di Palestina ada di tangan rakyat Palestina sendiri..
“Yang dalam hal ini tentu diwujudkan dalam bentuk keputusan-keputusan atau konferensi OKI, PBB, dan lain-lain,” ujar Presiden Gus Dur ketika itu..
Bagi Gus Dur, mewujudkan perdamaian di wilayah Palestina bisa dimulai dari kiprah Indonesia sebagai juru damai kedua belah pihak. Dan sebagai juru damai, Indonesia seharusnya bisa dipercayai oleh Palestina maupun Israel untuk menjadi penengah..
Tentu saja langkah ini sudah dimulai oeh Gus Dur. Diantaranya adalah dengan menjadi anggota Simon Peres Foundation, Israel. Sebuah langkah strategis yang sebenarnya bisa menjadi jembatan antara Yerussalem dan Tel Aviv..
Tak cuma itu. Bahkan demi mewujudkan perdamaian dan kemerdekaan Palestina dan di tengah kondisi kesehatan yang tidak stabil, Gus Dur rela mengunjungi Jalur Gaza pada 20 Desember 2003. Ketika itu, Gus Dur diminta berpidato di kota kecil ini..
Awalnya cucu Hadratussyekh Hasyim Asy'ari ini berpidato dalam bahasa Inggris. Itu karena beberapa senator AS dan pemimpin agama dari berbagai negara serta wartawan asing, banyak yang meliput. Namun pidato bahasa Inggris ini kemudian diulang oleh Gus Dur dalam bahasa Arab dengan fasih diikuti kesan-kesan Gus Dur terhadap kota Gaza dan harapannya atas rakyat Palestina..
Intinya dalam pertemuan yang digelar di hotel sederhana di Gaza itu, Gus Dur menyerukan kemerdekaan bagi berdirinya sebuah Negara Palestina dan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Selain itu ia pun memberikan kesan dan pesan tentang Jalur Gaza, dalam sebuah kolom yang berjudul "Arti Sebuah Kunjungan"..
Ya ketika itu beliau memberi kritik terhadap para elit Palestina, yang sering bertengkar dan memilih strategi perjuangan yang berbeda dan tidak seiya sekata. Pun ia juga memberikan contoh sikap kenegarawanan Bung Hatta, saat berdiplomasi dengan Belanda di Konferensi Meja Bundar..
Meski mengkritik elit Palestina (dan Israel), namun Gus Dur menggarisbawahi perjuangan dan kegigihan rakyat Gaza saat melawan senjata modern Israel: "Bagi penulis Gaza adalah sumber perlawanan terhadap penjajahan, dan alangkah indahnya jika perlawanan itu tidak hanya mengambil bentuk fisik saja, melainkan juga perlawanan kultural terhadap keadaan." tulis Gus Dur dalam kolomnya tersebut..
Lantas bagaimana memulai inisiatif mempertemukan kubu Palestina dan Israel? Ahmad Suaedy, pimpinan Wahid Institute, menyatakan bahwa dirinya pernah mendampingi seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) bidang advokasi Anti-Semitisme untuk kawasan Timur Tengah, yang juga seorang Yahudi, untuk bertemu Gus Dur di kantor PBNU..
Selanjutnya Diplomat itu lalu bertanya: “Apa sebaiknya yang harus dilakukan untuk mencapai perdamaian Israel – Palestina saat ini?”. “Tegakkan keadilan dan berikan hak-hak Palestina kepada mereka, baru bicarakan perdamaian!!" jawab Gus Dur dengan tegas..
********** ********** ********** ********** **********
Dari cerita dan tulisan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa langkah NU untuk mendukung kemerdekaan Palestina serta mewujudkan perdamaian di Timur Tengah sejatinya tidak pernah berubah. Karena menurut NU, dalam konferensi persnya terkait manuver Donald Trump yang mengakui Yerussalem sebagai ibukota Israel (7/12/17), untuk mewujudkan kemerdekaan negara tersebut bisa dimulai dengan beberapa langkah..
Diantaranya dengan kepedulian dan persatuan negara-negara Arab, konsolidasi internal Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam dalam bersikap satu suara mengenai kemerdekaannya, serta langkah PBB yang memberikan legalitas dan mengesahkan Palestina sebagai anggota PBB..
Dan selaras dengan hal itu, PBNU juga selalu mendukung langkah pemerintah RI agar proaktif dalam mendukung perjuangan Palestina, dan menyerukan kepada warga NU untuk membaca qunut nazilah..
Wallahu A'lam Bisshawab
Keterangan: Sumber artikel asli berasal dari NU Online, namun dengan beberapa sedikit perubahan.